Minggu, 25 September 2011

What do you think?


Terkadang orang lain menilaiku sebagai orang yang terbuka pada siapapun dan apapun. Mereka menganggapku seperti itu karena setiap mereka berbicara denganku, aku juga menceritakan banyak hal yang sedang kuhadapi saat ini. Ada beberapa respon yang mereka tunjukkan padaku. Namun sebenarnya, aku tidak tahu apakah ini benar, maksudku, apa yang mereka pikirkan dan rasakan tentang aku. Jadi, respon-respon yang mereka berikan hanya berdasarkan persepsiku saja, tanpa tahu apakah itu benar ada dalam benak mereka. Kalaupun benar, ya berarti besok-besok tidak perlu diulangi, kalau salah, ya tidak perlu diterusin juga ceritanya, yang biasa-biasa saja.

Berikut respon/ tanggapan yang mereka tunjukkan selama aku bercerita, dengan topik pembahasan/ pembicaraan yang kami lakukan adalah sama.

Pernah seseorang bertanya bagaimana kabarku, aku menjawab, sehat dan masih hidup. Lalu bertanya lagi bagaimana kuliahmu, aku menjawab, kurang begitu menyenangkan, berbeda dengan di “luar negeri”, sistemnya kurang pas menurutku, mulai dari kurikulum/ materi yang diberikan, metode penyampaian, bahkan lingkungan yang tercipta disana, bla bla bla. Memang kalau bercerita tentang hal yang kurang begitu aku suka terkadang terlalu banyak yang kusampaikan. Dan ternyata dia hanya berkata, ya iyalah memang disana sudah berbeda sistem. Ok, mungkin aku salah, salah waktu tepatnya, karena orang tersebut sedang sibuk.

Ada lagi orang lain bertanya hal yang sama, yaitu tentang kuliahku. Pertanyaan yang sama jawabannya pun akan tetap sama. Respon orang yang ini beda, banyak tanya. Dia tanya, berarti teman-temanmu hedon?, aku jawab iya, porsi hidup mereka banyak untuk dunia saja. Pertanyaan selanjutnya, lantas kamu menghadapinya bagaimana?, kalau aku ya berteman saja, aku berada diluar, jadi teman bisa jadi jaringan yang baik, dan yang penting idealismeku takkan terganti. Bla bla bla masih banyak lagi tanyanya. Kali ini dapat tanggapan bagus, karena beberapa hal, pertama dia ingin tahu bagaimana dunia luar, jadi dia sangat antusias mendengar dan bertanya, kedua dia ingin tahu kabarku karena saya memang bikin kangen banyak orang jadi mungkin dia merasa kehilangan saya (#narsislagitrend), ketiga mungkin bisa dijadikan motivasi untuk menjadi the real khalifa fil ardh.

Terakhir, orang yang ini kurang bisa dideteksi alasan dibalik responnya. Dia menanyakan hal yang sama dengan dua jenis orang diatas (jenis? ga sekalian spesies aja?). Jawabanku tetap sama, panjang x lebar x tinggi. Aku hanya mendapat tanggapan seperti yang nomer satu. Lalu, apa yang membuatnya berbeda?. Aktivitas yang dia lakukan tidak sesibuk yang dilakukan orang nomer satu. Selain itu, dalam keadaan yang baik-baik saja, maksudnya, tidak bad mood atau capek, atau sedang berpikir. Jadi, kenapa responnya hanya seperti itu?. Kemungkinan jawabannya adalah dia sudah tahu bagaimana caraku menjawab, jadi daripada buang-buang waktunya untuk mendengarkan ceritaku lebih baik cari cara agar masyarakat impian segera terwujud. Untuk yang satu ini aku cuma bisa menganggukan kepala.

Aku dan Masalahku


            Selama manusia hidup, selama itulah ia akan terus mendapatkan masalah. Masalah bukan untuk dibicarakan atau dipusingkan saja, masalah juga bukan untuk membuat manusia terlihat lemah. Namun, masalah itu ada untuk diselesaikan, untuk diambil manfaatnya agar hidup semakin hari semakin baik. Baik untuk diri sendiri, baik untuk orang lain.
            Tiap orang punya penyikapan yang berbeda-beda terhadap masalah yang sedang dialami. Ada orang yang menyimpan, memikirkan, dan menyelesaikan sendiri masalahnya tanpa bercerita, berbagi, atau bahkan meminta bantuan orang lain. Aku bukan termasuk kategori yang itu, aku lebih suka bercerita. Bukan aku tak mampu menyelesaikan sendiri atau hendak mencari perhatian, hanya saja menurutku dengan bercerita aku merasa lebih baik. Aku bukan ingin berbagi masalah dengan orang lain, karena berbagi masalah sama saja menambah masalah dengan cara memberikan masalah kepada orang lain yang belum tentu juga tidak punya masalah.
            Aku bercerita dengan harapan ada saran-saran positif atau pertimbangan-pertimbangan yang ternyata tidak sempat kupikirkan. Bukankah dua atau lebih otak yang bekerja akan lebih baik daripada satu saja. Aku tidak hendak membuat orang memikirkan masalahku. Walaupun aku hanya bercerita tanpa saran atau komentar, tidak jadi masalah karena biarkan aku yang menghadapi dan menaklukkannya sendiri. Aku tidak pernah meminta orang lain untuk ikut campur dalam masalahku.